"Persahabatan bukan hanya sekedar kata,
yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna, tapi persahabatan
merupakan sebuah ikatan suci, yang ditoreh diatas dua hati, ditulis dengan
tinta kasih sayang, dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan darah dan
mungkin nyawa"..***
“Caty… sini dech cepetan, aku ada sesuatu buat kamu”, panggil Jack suatu sore.
“Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tau aku gak bisa melihat”,
jawab seorang gadis yang dipanggil Caty dari balik pintu.
Catynya Wulandari, begitulah nama gadis tadi, meskipun lahir dengan
keterbatasan fisik, dia tidak pernah mengeluh, semangatnya menjalani bahtera
hidup tak pernah padam. Lahir dengan kondisi buta, tidak membuatnya berkecil
hati, secara fisik matanya tidak bisa melihat warna-warni dunia, tapi mata
hatinya bisa melihat jauh ke dalam kehidupan seseorang. Mempunyai hoby melukis
sejak kecil, dengan keterbatasannya, Caty selalu mengasah bakatnya. Tak pernah
sedikitpun dia menyerah....
Duduk di bangku kelas XII di sebuah Sekolah Luar Biasa di kotanya, Catynya
tidak pernah absen meraih peringkat dikelas, bahkan guru-gurunya termotivasi
dengan sifat pantang menyerah Caty. Sejak baru berusia 3 tahun, Catynya sudah
bersahabat dengan anak tetangganya yang bernama Jack Amrita, Jack anak seorang
direktur bank swasta di kota mereka. Jack Ganteng, pinter dan secara fisik Jack
kelihatan sempurna.***
Seperti sore ini, Jack sudah nangkring di rumah Caty. Dia berbincang-bincang
dengan Caty, sambil menemani sahabatnya itu melukis. “Caty, lukisan kamu bagus
banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar semua orang tau bakat
kamu”, kata Jack membuka pembicaraan.
“Hah”, Caty mendesah pelan lalu mulai bicara, “Seandainya aku bisa Jack, pasti
sudah aku lakukan, tapi apa daya, aku ini gak sempurna, seandainya aku mendapat
donor kornea, dan aku bisa melihat, mungkin aku bahagia dan akan mengadakan
pameran lukisan lukisanku ini" ucap Catynya dengan kepedihan.
“Suatu hari nanti Tuhan akan memberikan anugrahnya kepadamu, sahabat, pasti
akan ada yang mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik kamu,” timpal Jack
“aduuh, kepala ku”
“Kamu kenapa Jack, sakit??” tanya Catynya. “Oh,
ngga aku gak apa-apa Caty, Cuma sedikit pusing saja”, ucap Jack sambil
tersenyum.
“Minum obat ya Jack, aku gak mau kamu
kenapa-napa, nada bicara Caty terdengar begitu khawatir.
“aku ijin pulang dulu ya Caty, mau minum obat”
ujar Jack sambil berpamitan pulang.
Di kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa
coklat mendominasi di setiap sudut ruangan, Jack terduduk lemas di atas
ranjangnya,
“Ya Tuhan, berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu
akan menjemputku untuk menghadapmu?” erang hati Jack.
Di vonis menderita leukimia sejak 7 bulan lalu
dan tidak akan berumur lama lagi sungguh menyakitkan bagi Jack, usianya yang
baru 18 tahun, dengan segudang cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti tak
satupun akan terwujud***
Pintu kamar Jack tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik paruh baya masuk lalu
duduk disampingnya.
“Gimana rasanya sayang? Masih gak enak?? Kita ke
dokter sekarang yuk!!!” ujar wanita itu dengan lembutnya. “ngga usah, ma, aku
sudah enakan kok, aku cuma mau beristirahat saja”, jawab Jack
akhirnya""
Berbeda secara fisik, tidak pernah menjadi
halangan di dalam jalinan persahabatan antara Jack dan Catynya, kemana pun Jack
pergi, dia selalu mengajak Caty, kecuali sekolah tentunya, karena sekolah
mereka berdua kan berbeda. Sedang asik-asiknya dua sahabat ini bersenda gurau,
tiba-tiba saja Jack mengeluh,
dengan sopan.
“ya sudah kalau begitu, mama tinggal dulu ya, istirahat ya,
Nak,” ujar sang mama sambil mencium kening putri semata wayangnya.
“Makasih ma, aku selalu sayang mama,” lirih Jack berujar. Terus
terang Jack sudah tidak kuat
menahan rasa sakitnya, tapi dia berusaha menyembunyikan itu dari
orang tuanya.
Di ruang keluarga, ibu Rita, duduk sambil menemani sang suami
sepulangnya dari kantor, “Ma, Jack kemana?? Kok papa gak melihatnya dari tadi?”
tanya sang suami. “Jack lagi istirahat pa, dia pusing dan
mengeluh sakit dari tadi”, jawab Rita. “Sakit apa sebenarnya anak
kita ma??
Kalau kita ajak ke dokter dia selalu menolak, papa rasa ada yang
dia sembunyikan dari kita, aku takut penyakitnya parah,” dengan nada
khawatir pak Artawan bicara dengan istrinya. “entahlah pa, mama
juga bingung” ujar istrinya lagi.***
Ternyata sakit yang dirasakan Jack sore itu adalah pertanda dia
akan segera di panggil menghadap Tuhan, saat minta ijin untuk istirahat pada
mamanya, kesehatan Jack benar-benar drop, dengan panik kedua orang
tua Jack melarikan putrinya ke rumah sakit, setelah mendapat
penanganan oleh tim dokter,
Jack sedikit terlihat tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar
matanya terlihat begitu redup.
“Pak Artawan, bisa kita bicara sebentar di ruangan saya”, kata
dokter Alex, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga Artawan. “Baiklah dok,
“ sambut pa Artawan.
Setelah pak Artawan dan ibu Rita duduk di ruangan dokter Alex,
mereka akhirnya mulai bicara,
“Maafkan saya sebelumnya pak, sebenarnya saya sudah tau penyakit
yang diderita putri bapak sejak 7 bulan lalu, tapi karena putri bapak menyuruh
saya merahasiakan penyakitnya kepada bapak dan ibu, saya gak
bisa berbuat apa-apa. Putri bapak terkena leukimia,” ujar dokter Alex
lirih.
Cukup lirih memang kata-kata dokter Alex, tapi mampu membuat
jantung pak Artawan dan istrinya berdetak lebih cepat dari biasanya,
“Apa?? Leukemia? Separah apa dok??” keras nada suara pak Artawan.
“sudah parah pak, umur Jack tidak akan lama” sambung dokter
kembali. Setelah berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah berhenti
mengalir di pipi Rita. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita
penyakit itu. “udah, ma, jangan nangis terus, pengobatan Jack akan diusahakan,
kita akan
mengusahakan kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga Tuhan
memberikan jalan terbaik buat keluarga kita”, hibur pak Artawan. “mari kita
tengok Jack!!” ajaknya lagi.
Memasuki ruangan perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air
matanya, dia tersenyum penuh kepedihan di samping ranjang putrinya, “Mama,
kenapa? Kok sedih begitu?” ujar Jack lirih.
“Gak apa-apa sayang”, berbisik ibu Rita tak kuasa menahan air
matanya. “Maafkan Jack, Ma, Pa, Jack tak bermaksud membuat Mama dan Papa
terluka seperti ini, Jack hanya tak ingin menyusahkan kalian” Jack berkata
dengan terbata-bata
Belum ada beberapa menit pak Artawan dan ibu Rita di kamar
putrinya, tiba-tiba Jack kejang-kejang. Dengan panik pak Artawan memanggil
dokter Alex.
Dokter Alex menangani Jack lumayan lama, hingga akhirnya dokter Alex
keluar, muka beliau kelihatan sangat sedih. “Bagaimana anak saya, dok?” tanya
pak Artawan. “Maaf pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan
berkehendak lain, Jack sudah dipanggil menghadapNya” ucap dokter.
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk”, teriak ibu Rita
isteris,“ Jack tidak mungkin meninggal, Jack masih hidup,” seluruh pengunjung
rumah sakit menoleh ke arah mereka. “Pak, sebelum meninggal, Jack menitipkan
ini ke saya, ini buat bapak dan ibu” imbuh dokter Alex sebelum mohon diri.
Sepeninggal Dokter Alex, pak Artawan dan istrinya membuka amplop
kecil dari Jack, isinya ternyata surat. “Mama, papa, maafin Jack sudah
membuat mama dan papa jadi sedih, Jack mohon sama mama dan papa, setelah Jack
meninggal, tolong berikan kornea mata Jack untuk Catynya, tapi jangan bilang
itu dari Jack sebelum Catynya benar-benar operasi dan bisa melihat
lagi, dan satu lagi, mama tolong kasih
Catynya surat yang Jack simpan di laci meja belajar Jack yang
amplopnya berwarna pink setelah Catynya melihat nanti, dan surat buat mama dan
papa ada di dalam amplop biru di laci yang sama.
Sekian dulu Mama, papa, maaf kalau Jack selalu ngerepotin kalian, Jack
sayang kalian, big kis & hug.. muacch”..
Jack Amrita Selain sepucuk surat itu, ada lagi sebuah surat
pernyataan pendonoran kornea mata yang telah lengkap dengan tanda tangan Jack.
Hati orang tua Jack tersayat, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan
selain memenuhi permintaan terakhir sang anak.***
Sementara itu, di rumah Catynya, tampak gadis cantik itu tengah
duduk seorang diri di teras rumahnya. Wajahnya tampak sedikit murung, “kemana
si Jack, sudah lebih dari 5 hari dia gak main ke sini, apa dia baik-baik saja?”
gumamnya. “Ma, Jack pernah kesini gak dalam beberapa hari ini?” tanya Catynya
ke pada mamanya.
“Gak ada, Caty, memang kenapa?” tanya sang mama. “Gak apa-apa ma,
aku ke rumah Jack sebentar ya!!” Caty meminta ijin ke mamanya. Tapi diluar
dugaan, mama Catynya melarangnya pergi.
“Jangan Caty, kita harus ke rumah sakit sekarang juga, tadi mama
ditelepon sama pihak rumah sakit, katanya ada yang menyumbangkan korneanya
khusus untuk kamu,” dengan tutur kata yang lembut mamanya menjelaskan.
“Yang bener, Ma? Caty sudah dapat donor kornea?? Asik-asik, Caty
akan segera bisa melihat wajah Jack, Caty bisa segera menggelar pameran
lukisan,” ucap Caty berapi-api. “Iya nak” jawab mamanya penuh kepedihan.
“seandainya kamu tahu sayang, Jack tak mungkin ada disamping kamu lagi, Jack
sudah tenang dialam sana, dan seandainya kamu tahu siapa orang yang mendonorkan
korneanya untuk kamu” kata ibu Rasti dalam hati.
Waktu berjalan begitu cepat operasi cangkok kornea sudah
dilaksanakan dan sekarang adalah hari yang di tunggu-tunggu Catynya perban di
matanya akan di buka, tim dokter beserta kedua orang tua Caty sudah ada di
ruangan Caty Sebelum perbannya di buka, Catynya berujar, “Ma, Pa, Jack
sudah datang?? Ku ingin
sekali ada Jack di sini pas aku bisa melihat” “belum sayang, Jack
masih diluar kota” pedih rasanya hati ibu Rasti saat berujar.
Perban akhirnya di buka, samar-samar penglihatan Catynaya mulai
melihat warna, melihat sosok kedua orang tuanya, dia tersenyum, semakin lama
semakin jelas, “Mama, papa aku bisa melihat kalian,”gembira sekali suara Catynaya.***
Sudah 1 minggu semenjak Catynya bisa melihat, hari ini dia memaksa
ibunya agar diperbolehkan melihat Jack, mengujungi Jack, “Kata mama Jack sudah
ada di rumah, berarti Caty boleh main donk Ma, Caty pingin ngajak Jack
jalan-jalan buat merayakan kesembuhan Caty,” “Iya, nak, mama sama papa temenin
kamu ya!!”
Berbeda beberapa rumah antara Jack dan Catynaya merupakan hal yang
membahagiakan, tidak perlu capek-capek bermacet-macet ria di jalanan untuk
mengunjunginya. Sesampai di rumah Jack mereka disambut ramah oleh keluarga Jack
yang kebetulan lagi ada di rumah.
“Selamat sore tante Rita’” sapa Catynya dengan senyum sumringah.
Setelah di persilahkan duduk dan menikmati hidangan ala kadarnya, Catynya
menanyakan keberadaan sahabat karibnya,
“mana Jacknya tante?? Kok gak kelihatan ada di rumah?” “Jacknya…
Jack.. Jack..” dengan
terbata-bata ibu Rita menjawab. “Jack kenapa tante, kemana?? Jack
tidak apa-apa kan?” bertubi-tubi Catynya bertanya. Ibu Rita tak kuasa menjawab,
beliau meninggalkan tamunya di ruang tamu dan berlari naik ke kamar Jack,
mengambil sepucuk surat yang dititipkan Jack untuk Catynya. Ibu Rita kembali ke
ruang tamu dengan sepucuk surat di tangan,
“ini dari Jack untuk kamu” ujarnya berlinang air mata kepada Catynya.
Dengan tangan gemetar Catynya membuka amplop berwarna pink yang cantik itu, ada
pita pink juga di sudut amplonya.
"Dear Catynya"
“Catynya sayang, sahabatku yang paling baik, apa kabar hari ini??
Baik-baik sajakah??
Sehat-sehat?? Semoga sehat ya!! Caty, saat kau membaca surat dari
aku ini, mungkin aku
sudah tak ada lagi di dunia ini, tak ada di samping kamu, tak bisa
menemani kamu
bermain, bercanda dan tertawa, maafkan aku ya Caty.
Caty sayang, sebenarnya aku ingin sekali cerita ke kamu tentang
penyakitku, tapi aku
takut membuat kamu kepikiran terus, takut buat kamu gelisah.
Sebenarnya aku terkena
penyakit leukemia, Caty dan umurku tidak akan lama lagi.
Caty sayang, meskipun aku telah pergi dari sisi kamu, tapi rasa
sayang aku ke kamu tak
akan pernah berubah, kamu sahabat terbaik di hidupku, kamu
tempatku berkeluh kesah,
tempatku menumpahkan suka dan duka. Caty, ku tahu saat kau
membaca ini, kau sudah
bisa melihat indahnya dunia, sengaja ku
berikan mataku untuk kamu Caty, hanya itu yang bisa aku berikan,
jaga mata itu seperti
kau menjaga persahabatan kita.
Segitu dulu Caty, maafkan aku karena harus pergi meninggalkanmu,
terima kasih karena
sudah memberikan aku arti selama hidup di dunia. Sampai ketemu
suatu saat nanti Caty,
aku sayang kamu sahabatku.
Kiss and big hug my lovely friend, my best
friend in my life….muaaachh…
"Dariku yang selalu menyayangimu" Jack Amrita'
Air mata mengalir deras di pipi Catynya,“ini tidak mungkin”
katanya lirih. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar tak percaya,
sahabatnya sudah kembali ke pangkuan Tuhan, Catynya menatap selembar
foto yang juga ada di dalam amplop surat tadi, foto Jack tersenyum
manis ke arahnya, mata Jack yang teduh, sekarang ada padanya. Catynya meminta
agar kedua orang tua Jack mengantarnya ke kuburan.
Lumayan jauh dari rumah Jack, kaki Catynaya lemah, tapi dia
berusaha mengikuti langkah kaki orang tuanya dan orang tua Jack ke sebuah makan
yang begitu tertata rapi, taburan bunga masih segar, tanah
pekuburannya juga masih basah.
Sebuah Nisan yang begitu cantik dihadapan Catynya, membuatnya
semakin terluka, jelas tersurat di batu nisan berwarna putih itu nama sahabat
karibnya.
"“Jack Alan Artawan”
Lahir 8 Januari 1994
Wafat 14 April 2011
Berjongkok Catynya membelai nisan itu, gerimis turun membasahi
nisan, semakin lama semakin deras, sederas airmata yang jatuh di pipi Catynya,
“kenapa secepat ini kau tinggalkan aku, Jack?? Tega kamu?? Meninggalkan aku
seorang diri disini.” Jack, terima kasih sayang, kau telah memberikan aku
sepasang
mata untuk melihat dunia ini, terima kasih karena telah
mengajariku tentang ketulusan sebuah persahabatan, terima kasih atas senyum
termanis yang pernah kau hadirkan di hidupku” ucap Catynya sambil terisak lirih
di atas nisan.
Tangan lembut ibu Rasti terulur ke arah putrinya, “Bangun Caty,
sudah, ikhlaskan saja Jack, dia sudah tenang di sana, dia sudah berada di
pangkuan Tuhan, yang harus kamu tahu,
Jack tak pernah ingin kamu cengeng, kamu harus tetap semangat
menjalani hidup kamu,” bimbing ibu Rasti.
“iya ma, terima kasih, aku hanya sedih saja, tapi aku janji gak
akan cengeng lagi setelah hari ini”, kata Catynya.
***
terima kasih
Posting by. elonyefta